Tinjauan Historis Pembangunan
Pertanian
Berdasarkan sejarah,
pembangunan pertanian telah mengalami beberapa tahap atau perkembangan. Secara
garis besar dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu zaman sebelum dan sesudah
Bimas. Dari kedua zaman tersebut, banyak terjadi perubahaan yang dapat dilihat
dari aspek yang ditimbulkanya. Pada masa sebelum Bimas, umumnya masyarakat
belum mengenal jenis-jenis padi unggul, sehingga mereka masih menggunakan varietas
lokal yang dicirikan dengan umur yang panjang dan produksi yang relatif rendah.
Dalam usaha tani, secara umum masyarakat belum menggunakan teknologi yang
modern (seperti pupuk, dan obat-obatan).
Dalam menentukan jenis kegiatan termasuk jenis
komoditi yang akan diusahakan, para petani `masih mempunyai kebebasan atau
dengan kata lain tidak ada intervensi dari pemerintah. Pada era enam puluhan,
pemerintah melalui suatu terobosan guna memacu peningkatan produksi,
melaksanakan program Bimas dengan menerapkan beberapa teknologi dalam usaha
pertanian yang berlanjut hingga saat ini. Dalam program ini, sudah terlihat
adanya suatu bentuk intevensi dari pemerintah dalam pengaturan terhadap kegiatan
petani sehingga petani tidak bebas dalam menentukan jenis usaha komoditi yang
dilaksanakannya. Pembangunan dengan cara penerapan teknologi yang dikenal
dengan revolusi hijau, dimana penerapan teknologi sudah diperkenalkan kepada
petani dengan tujuan untuk meningkatkan produksi pangan dan kesejahteraan
petani ternyata tidak berhasil dan bahkan menimbulkan perubahan sosial yang
bersifat negatif pada masyarakat.
Modernisasi pertanian adalah suatu perubahan
pengelolaan usaha tani dari tradisional ke pertanian yang lebih maju dengan
penggunaan teknologi-teknologi baru. Modernisasi dapat diartikan sebagai
transformasi yaitu perubahan. Dalam arti yang lebih luas transformasi tidak
hanya mencakup perubahan yang terjadi pada bentuk luar, namun pada hakekatnya
meliputi bentuk dasar, fungsi, struktur, atau karakteristik suatu kegiatan
usaha ekonomi masyarakat (Pranadji, 2000). Modernisasi dapat diartikan sebagai
bentuk, ciri, struktur dan kemampuan sistem kegiatan agribisnis dalam
menggairahkan, menumbuhkan, mengembangkan, dan menyehatkan perekonomian
masyarakat pelakunya. Dumomt dalam Pranadji (2000)
mengatakan bahwa transformasi atau usaha pertanian
dapat disejajarkan dengan transformasi pedesaan. Dipandang dari aspek sosio
budaya, transformasi pertanian identik dengan proses modernisasi dan
pembangunan masyarakat pertanian di pedesaan. Sayagyo (1985: 10) mengartikan
modernisasi suatu masyarakat adalah suatu proses transformasi, yaitu suatu
perubahan masyarakat dalam segala aspekaspeknya. Perubahan sosial adalah
terjadinya perbedaan dalam aspek kehidupan masyarakat dari waktu ke waktu
(Rusidi, 2000).
Aspek-aspek kehidupan masyarakat itu telah
disistematiskan pada stuktur proses sosial. Dimana perubahan sosial merupakan
perubahan yang terjadi pada struktur (kebudayan dan kelembagaan) pada pola
proses sosial. Menurut Parson, dinamika masyarakat berhubungan dengan perubahan
masyarakat. Kemudian, terdapat beberapa unsur yang berinteraksi satu sama lain.
Unsur-unsur tersebut adalah:
1.
Orientasi manusia terhadap situasi yang melibatkan orang lain.
2.
Pelaku yang mengadakan kegiatan dalam masyarakat.
3.
Kegiatan sebagai hasil orientasi dan pengolahan pemikiran pelaku tentang
bagaimana mencapai cita-cita.
4.
Lambang dan sistem perlambangan yang mewujudkan komunikasi dalam mencapai
tujuan.
Sehubungan dengan itu sistem sosial merupakan hasil individu, yang terjadi
dalam
lingkungan
fisik dan sosial.